Aku menujumu
derit rantai memekak
kalung kencang di tekak
langkahku memelan satu-satu.
Aku ingin mengenakanmu
selayak patut baju baru
pipimu memerah
berpaling resah
kutahu kau bukan malu, tapi tak mau.
Pada genggam bau logam
sisa noda karat di telapak tangan
aku terjerat
pada kesementaraan yang kita ciptakan
sudah lekat, pekat — tak ayal kuterpenjara
bahagia?