Pada rambutmu ada permainan
lebatnya adalah petualangan nihil batasan.
Hitammu membebaskan
hela nafas memburu pantik pacuan.
Kau tak alpa lembut basuh putih pelepasan
tanpa keluhan, tanpa picing tak nyaman.
Pada bibirmu kutemukan penerimaan
bahkan bayam keasinan kau ganyang tanpa keluhan.
Dua lapis tipis di bawah hidungmu tak pernah keberatan
meski pendampingan kadang membosankan
kau tetap mengisi tempat kosong di bangku kanan.
Pada lenganmu tersimpan pemujaan
sepuluh lentik tak lain pelontar andalan
aku wisata ke firdaus sebelum hari perhitungan.
Pejalmu menyesatkan
lingkaran kecil berderet rapi selayak barisan
embun mematut diri, aku hilang kendali.
Bolehkah doa minta kemarau diijabah sepanjang hari?
Di dadamu kutemukan sekelebat rute pulang
entah otak navigasiku sekecil udang
atau petamu yang penuh cabang
hingga kini, aku selalu kembali tanpa pernah merasa pulang.