Apa esensi hidup? Nyaman, berserah, menemukan, tumbuh, atau mendalami?
Ada orang yang memilih hidup nyaman. Berjalan di pijakan lurus yang telah dihapalnya. Dewasa, menikah, bekerja, lalu menjalani hidup yang banyak orang labeli dengan “hidup semestinya“. Ada pula orang-orang yang memilih untuk tidak jadi dewasa, tidak menikah, bekerja dari rumah. Menikmati jalan hidup yang tak lazim. Memilih bertumbuh dibanding mengakar.
Bayangkan kehidupan kita seperti tanaman. Sedari kecil, akar-akar kuat sudah dipancang dalam diri kita sebagai manusia. Akar ini dapat muncul dalam berbagai wujud. Mulai dari adat, agama, bahasa, gaya hidup, hingga dialek bicara. Akar membuatmu nyaman dan tak ditinggalkan sesama.
Namun seperti pohon yang telah dewasa, kadang ia memilih jalannya untuk tidak mengakar. Entah pekerjaan semesta, atau memang keinginannya. Kadang angin membuat batangnya condong dan jatuh ke jalan raya. Ia tercerabut, dijual ke pasar tanaman dan berganti lahan. Seperti jati yang kuat namun tak elak berakhir oleh gergaji. Atau layaknya ubi, tak berakar kuat. Mudah dicerabut dan bermanfaat. Tanaman memilih. Begitu pula kita.
Apakah arti hidup? Berakar, bertumbuh, nyaman, mencoba?
Dihadapkan pada banyak pilihan macam ini, bisakah kita menjalaninya sekuat pohon jati dan seikhlas umbi?
hidup kadang berat kak:)
tapi gak ada yang melebihi kemampuan kita kan ya?
Yoi. Sebab manusia sudah diciptakan untuk bisa ditekuk, ditekan, dan dibanting. Terima kasih sudah mampir 🙂