(Disaksikan kaus kaki belang-belang ku, dan sepatu penuh lumpur mu.)
Siang yang kasual.
Cukup ada peluk dari belakang, plus sedikit ke-kita-an.
Rasa jeruk dari bibirmu merubah padanan kata surga.
Lilin dan bunga goyang eksistensinya.
Bergelung di bawah selimut tebal. Betis bersinggungan. Dunia berhenti sesaat di sisi ranjang.
Kupastikan minggu ini lagi-lagi kamu lupa bercukur.
Leherku geli tersapu calon rambut halusmu.
Tapi semenjak bersamamu, aku sudah mulai hilang sensor geli.
Maka jangan pindahkan dagumu dari situ.
Kamu hangat. Aku suka meresapi kehangatanmu ini lekat-lekat.
Di belah bumi lainnya, boleh saja ada revolusi menggelora.
Kejatuhan beruntun rezim penuh kuasa.
Tapi di siang kasual kita, yang kudengar cuma gesek dua jeans tua.
Ia cipta alun nada setia. Terus dipakai hingga habis masanya.
Dunia boleh menua.
Tapi padamu, kutemukan sepetak ruang bebas label usia.
Bersama, kita tetap jadi remaja.
Kasmaran. Selamanya.
Disaksikan kaus kaki belang-belang ku.
Dan sepatu penuh lumpur mu.
Kuterima tantangan menghadang gemeletuk usia.
Bersamanya. Pria kikuk, berbibir rasa jeruk.